4/27/2008

The Chance I Deserve

Beberapa minggu yang lalu kami membantu Heidy menyiapkan proyek-proyek handalnya tentang mode. Dalam hati aku berpikir keras, merenung lagi lebih dalam, dimanakah sebenarnya passion-ku? Aku melihat Heidy begitu antusias dan mencintai dunia fashion. Kemudian aku mendapatkan kiriman beberapa foto, saudara sepupuku, Deta yang sekolah musik di Belanda. Ia mengirimkan beberapa foto konsernya di Dubai. Lagi-lagi aku melihat orang terdekatku telah menemukan sesuatu yang ia cintai. Menemukan dunianya.

Ya, aku suka menulis. Tapi aku masih meraba-raba inikah duniaku. Inikah kegairahanku? Orang-orang banyak yang berkata, bahwa aku sudah menemukan dimana bakatku, dimana passion-ku. Yaitu menulis. Tapi, kadang manusia sulit melihat apa yang telah ia punyai di genggaman tangannya. Ia fokus pada kepunyaan orang lain. Itulah yang terjadi kepadaku. Aku tak tahu yang kumiliki.

Mengapa begitu sulitnya kita menyadari keunggulan yang kita miliki? Mungkin bukan menyadari, tapi mengakui dimana sebenarnya potensi kita. Apakah karena kita takut gagal? Mungkin itu yang menaungiku selama ini. Banyak yang bilang bakatku di bidang tulis menulis, tapi aku takut mengakuinya. Takut kalau-kalau potensi itu tidaklah unggul. Takut itu memang benteng yang menutupi sebuah perubahan. Takut membuat kita terbujur kaku tak berdaya.

Lalu, ketika gelombang kebingungan ini sedang menyelimuti, aku mendapat secercah kabar. Aku masuk final lomba karya tulis mahasiswa yang diadakan di UNPAR. Inikah jawaban keragu-raguanku selama ini? Ketakutanku mengakui kegairahanku? Kesempatan untuk merefleksikan dimanakah sesungguhnya kekuatanku?

Dan ternyata aku menemukan, bahwa dunia tulis menulis sama menggairahkannya seperti dunia fashion di mata Heidy atau dunia tarik suara di mata Deta. Aku melihat kesukarannya. Tapi aku juga melihat kesenangan di sana. Aku melihat sebuah dunia baru yang lebih terang daripada dulu.

Aku bertemu dengan orang-orang luar biasa, yang seperti hembusan angin membawaku ke sebuah daratan yang berliku tapi mengasyikkan. Aku belajar banyak dari para finalis lain (yang tampaknya sudah dari dulu menemukan kegairahannya) dan para juri. Mungkin disinilah aku berpijak. Disinilah hidupku? Aku masih belum tahu. Tapi ada sebuah kutipan dari Tanteku yang tak pernah kulupakan: “dimanapun kamu berada disitulah kamu harus berkembang.”

Jadi aku pikir sesulit apapun medan yang kupijak ini, aku harus tetap bertahan dan berjuang. Jangan pernah berpikir untuk berhenti mencari dimanakah sesungguhnya keunggulan kita sebagai manusia.

Kemarin Sabtu aku memang memenangkan lomba karya tulis mahasiswa itu, tapi sungguh konyol kalau kemudian aku bermalas-malasan untuk menggugat diri menulis lebih baik lagi. Karena momen kemenangan hanya sesaat, yang menentukan adalah bagaimana kita memaknai semua kejadian (meyenangkan maupun mengecewakan) agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Aku pun masih belajar...
-Deste-

Tidak ada komentar: